MEMIKUL TONGKAT PRAMUKA
MEMBINA KARAKTER PESERTA DIDIK.
Oleh: Yohanes Paulus
Ola
Akhir- akhir ini telah
heboh beredar informasi di media baik cetak maupun elektronik akan kasus
kekerasan pada anak. Padahal, anak adalah asset yang tak ternilai harganya dan
sungguh mulia. Anak adalah tulang punggung keluarga, bangsa dan Negara. Menurut
R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan
perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya”. Oleh
karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguhsungguh. Akan tetapi,
sebagai makhluk sosial yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru
seringkali tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan, tidakmemiliki hak
untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak kekerasa dan
pelanggaran terhadap hak-haknya.
Berdasarkan konsep
tersebut telah jelas bahwa anak wajib mendapatkan perlindungan yang utama sejak
dini. Namun, sejalan dengan upaya dan proses pembentukan karakter anak tidak
terlepas juga dengan perilaku kekerasan yang diperoleh langsung oleh anak
tersebut. Banyak perlakuan yang bertentangan (tindakan kekerasan) dan menuai
aksi protes dari sejumlah kalangan. Kekerasan yang terjadi pada keluarga,
sekolah, masyarakat, bahkan di tempat rantau. Kekerasan di rumah tangga
misalnya anak sejak kecil ditinggalkan orang tuanya sehingga anak dititipkan
pada wali atau oma dan opanya. Kebutuhan utama anak terutama kasih sayang telah
tiada karena kurangnya perhatian orang tua kandung yang melahirkan anaknya. Belum
lagi, saat anak duduk di bangku sekolah hampir setiap kebutuhan dalam dunia
pendidikan anak, tidak ia peroleh secara maksimal. Masi banyak lagi kasus
kekerasan lainnya yang masi kita temui, dengar bahkan terkadang kita
memperlakukannya di lapangan.
Padahal, anak perlu
dibentuk sejak kecil hingga kelak terekam di otaknya akan hal baik yang ia
rasakan walaupun terselip sedikit noda yang akan menjadi bekal kehidupan
kemudian hari. Pembetukan karakter anak sangat erat kaitannya dengan pola
keseharian hidup yang ia jalani. Seorang bayi (manusia) sudah tentu membutuhkan
waktu kira- kira enam sampai tujuh bulan untuk bisa mengatur gerakannya dengan
relatif tepat untuk mencapai sesuatu. Selama sebelum mencapai waktu sepanjang
itu, seorang bayi tidak mampu berbuat apa- apa selain melakukan gerakan-
gerakan refkels tanpa arah yang jelas. Dalam arti ini, maka seorang anak
(manusia) dipandang sebagai makluk yang tidak bahkan belum siap, karena
keberadaannya yang serba terbatas; dia berhadapan dengan berbagai persoalan
atau tugas yang melekat pada dirinya. Suatu keadaan yang masih sedang berproses
dan sangat membutuhkan proses itu.
Proses pembentukan
karakter anak ini pun beragam dan di mana saja. Tidak membutuhkan ruang khusus
dan waktu yang tepat. Sebut saja, lembaga
pendidikan sebagai tempat untuk menimbah ilmu. Walaupun, pendidikan utama dan
pertama adalah keluarga. Anak wajib mendapat pendidikan secara pengetahuan dan
pembinaan karakter yang baik di sekolah. Pendidikan merupakan proses
transformasi atau perubahan sikap serta tingkah laku seseorang atau sekelompok
orang dalam rangka mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Dalam situasi pembinaan karakter anak di
sekolah tentu guru menjadi tokoh utama dalam proses ini. Guru telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menyesuaikan perkembangan anak dalam kehidupannya.
Segala metode pembelajaran harus ia terapkan untuk kebutuhan anak didik.
Dalam pembentukan
karakter anak saat ini gencarnya kurikulum merdeka yang telah dicangankan
pemerintah saat ini telah memasukan pendidikan pramuka menjadi wajib untuk
anak. Melekat erat dalam pikiran saya akan bagaimana tanggung jawab seorang
guru dalam menjawabi tantangan pandangan negatif kalangan banyak (*para orang
tua) akan “tindakan kekerasan ” yang dilakukan oleh guru di sekolah terhadap
anaknya. Dengan adanya sebuah komando pramuka dari Pembina atau Pratama kepada
para penggalang yang wajib hukumnya menaati segala aturan Tri Satya adalah
janji dan komitmen diri, sedangkan Dasa Darma merupakan ketentuan moral yang
menjadi ukuran atau standar sikap individu pramuka. Para penggalang wajib
mengikuti semua perintah yang telah disuarakan lantang oleh para pratama. \
Pramuka dapat menjadi
sarana yang efektif untuk mengembangkan berbagai nilai-nilai positif dan
karakter anak-anak muda. Namun, penting juga untuk mempertimbangkan kritikan
terhadap peserta didik yang mungkin lebih suka berpartisipasi dalam kegiatan
Pramuka daripada belajar di dalam kelas.
Penggalang ……….. “Siap”
Penggalang ………..”siap”
Sebuah instruski yang
singkat namun penuh makna dalam dunia kepramukaan. Di dalam perintah hanya satu
kata namun syarat makna. Di sinilah segala kemampuan dan rasa mereka (anak)
telah di uji. Nilai kerja sama, kesabaran, dan karakter anak akan dibentuk.
Bukan dengan kata perintah saja yang mereka turuti namun perlakuan fisik
seperti merayap, berjongkok sambil memikul tongkat, guling, melumpur,
bernyanyi, berjoget, rambat tali dan sanksi kepramukaan lainnya yang mereka
lakukan. Hal ini dalam pengamatan saya, telah dilakukan oleh anak dengan senang
hati dan gembira. Tidak dipersoalkan oleh anak sendiri karena mungkin mereka
merasa bahwa hal ini merupakan sebuah pembelajaran akan bagaimana menjawabi
tantangan hidup dikemudian hari. Tidak ada aksi melapor sana, melapor sini.
Pembina/ guru (Kakak pembina) tidak dipersoalkan. Senior (pratama) yang adalah
teman atau kakak mereka pun tidak dipermasalahkan.
Sebuah perlakuan dunia
kepramukaan yang menarik, bahagia, dan menyenangkan ini tentu berbanding
terbalik dengan proses belajar mengajar harian di kelas. Proses harian yang
sebenarnya menyenangkan namun para guru harus berhadapan dengan hukum. Para
guru bisa dipolisikan gara- gara mencubit (*mendidik) pipi anak karena mungkin
anak tersebut adalah anak kesayangan orang tuanya. Banyak kejadian yang kita
lihat yang telah menjerat para guru di sekolah. Padahal, hati seorang guru
hanya ingin membentuk watak pribadi manusia (anak) yang matang, dewasa,
mandiri, dan bertangungjawab oleh pembinaan yang ia lakukan ini. Dia
menginginkan seorang manusia (*anak) bisa sejahtera secara jasmani dan rohani
dikemudian hari. Namun, takdir berkata lain atas segala upaya yang dijalankan
tidak sesuai harapan. Rasa tangis tak bisa ia luapkan karena selain mengurus
ratusan anak didik di sekolah namun dibalik itu ia (guru) mempunyai tanggung
jawab terhadap keluarganya. Tak mungkin ia meluapkan itu hanya untuk membuat
rumah tangganya goyah. Biar badai selalu datang menghampiri perahunya, namun ia
selalu mengarahkan kemudi ke tempat yang teduh.
Walaupun karakter anak
menjadi fokus utama para guru dalam mendesain pembelajaran di sekolah, namun
yang sangat diharapkan adalah perhatian orang tua menjadi peran penting dalam
mendukung karakter anak. Orang tua adalah guru utama bagi anak. Tanggung jawab
utama mendidik anak adalah orang tua. Orang tua menjadi teladan utaman bagi
anaknya, sehingga karakter anak adalah cerminan dari teladan orang tua. Anak
adalah harta yang paling berharga tidak menjadi slogan sampingan yang kita
dengungkan lantang saat kita sedang menikmati aklohol tetapi tidak
memperhatikannya dengan baik. Jadikan pepatah kuno “Buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya” dalam konteks “positif thinking”.
Ayah sebagai pohon yang berdirih kokoh dan peneduh dengan menghasilkan buah-
buah yang baik. Buah yang baik pastinya dinikmati banyak orang dengan senang
hati. Berhentilah mengambil peluang untuk selalu mempersoalkan kesempatan anak
yang sedang menjalani proses belajarnya. Hati anak ibarat kertas putih yang
belum diberi coretan apa pun di dalamnya. Ukirlah dengan tinta emas akan buah-
buah kebaikan pada hatinya hingga kelak
ia membaca dan melaksanakan sesuai apa yang kita tuliskan itu.
Penting untuk memahami
bahwa setiap peserta didik adalah individu yang unik, dan pendidikan harus
berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan minat mereka. Dengan pendekatan yang
tepat, Pramuka dapat tetap menjadi alat yang efektif dalam membentuk karakter
peserta didik, sementara pembelajaran di dalam kelas juga dapat menjadi
pengalaman yang berharga dan relevan bagi mereka. Harus ada upaya untuk
mengintegrasikan nilai-nilai dan pelajaran yang diperoleh dari proses ini
sehingga peserta didik dapat mengembangkan karakter yang seimbang dan
menyeluruh.
Selamat Hari Pramuka
2023! Satyaku Kudarmakan, Darma Kubaktikan. Salam Pramuka!
Dari Pramuka, aku
belajar kebersamaan, disiplin mandiri, semangat, dan pantang menyerah.