UJIAN PRAKTIK, KEMBANGKAN KETERAMPILAN ANAK DIDIK.
Tarian Minang
Pertunjukan Busana Lamaholot
Website Resmi SMP Negeri 1 Ile Ape Timur Kabupaten Lembata
Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ile Ape Timur menanam pohon di Lokasi bencana Desa Lamawolo sebagaia rangkaian aktivitas projek P5 Tema Gaya Hidup Berkelanjutan.
Bersama Duta Rumah Belajar melakukan syuting film pendek di Desa Lamawolo.
Oleh Yohanes Paulus Ola Demonloku
Foto: Pulau Siput Sare Dame
Alam
adalah payung kehidupan bagi segala makhluk hidup dan mati yang terkandung di
dalamnya. Makhluk hidup memerlukan alam sesuai kebutuhannya. Begitu pun makhluk
yang tak bernyawa tentu menempatkan posisi sediakala penciptaan pemula dari
Yang Maha Kuasa. Ketika kita melindungi dan memperbaharui alam secara
berkelanjutan tentu alam pun memberi kita nafas yang panjang yang hidup dan menghidupkan. Sebaliknya, alam
dibaharui dengan tidak dibaharui maka akan mendatangkan malapetaka. Alam
membuat kita menangis, merintih, dan tentunya berujung DUKA NESTAPA.
Berbagai
bencana alam yang terjadi belakangan ini seperti erupsi Gunung Ile Lewotolok,
banjir bandang 4 April 2022 yang memporak- porandakan beberapa wilayah di
negeri ini, dan sebagainya, sebenarnya bukan sekedar fenomena alam biasa tetapi
merupakan buah dari perbuatan manusia yang telah salah mengelola alam.
Banjir
dan tanah longsor pada musim penghujan terjadi akibat ulah masyarakat merusak
hutan secara liar. Banyak masyarakat yang membudidayakan ternak (kambing) yang
membutuhkan dedauanan setiap hari namun tidak berpikir bahkan berbuat untuk
bagaimana daun itu ada? dan Apa manfaat pohon?
Peternak
berlomba-lomba untuk menebang pagi,siang,dan sore hari di lahan-lahan hijau
sehingga semakin sedikit tempat untuk menampung air hujan, dan sebagai
akibatnya pada musim kemarau terjadi kekeringan dan pohon pun ikut binasa
dengan tangan jahil para perusak alam.
Ada
perilaku lainnya yang juga menjadi penyebab tragedi ini. Dahulu kala,nenek
moyang kita menempati pemukiman dengan berbagai cara dan mempertimbangkan struktur
tanah dan alam. Dengan kemampuan mereka yang serba terbatas saat itu nenek
moyang telah membuat "beliko"
(bebatuan yang disusun berbanjar di pinggir kmpung) untuk mencegah dan
melindungi ketika intensitas hujan tinggi. Hal ini telah terpikirkan dan dibuat
oleh nenek moyang secara permamen dam berkelanjutan demi anak cucu dalam
wilayah itu. Namun, Semua sia-sia belaka. Lagi-lagi tangan-tangan perusak kembali
merabah dan merusak dengan cara berpikir instan.
Peternak
dan penambang batu "beliko" tersenyum manis karena sesen dua sen
telah masuk ke kantong pribadi mereka. Tapi,apakah mereka berpikir tentang
dampak buruk perbuatan ini???
Mungkin....... Semua
ini karena tuntutaan ekonomi keluarga. Nah,,,,alasan klasik. "Dunia tak
selebar daun kelor" Berusaha dan berupayalah tanpa mengorbankan orang lain
dan isi alam lainnya.
Pandangan
saya bahwa lingkungan dan manusia diciptakan membentuk suatu ikatan ibarat
suami isteri, saling membutuhkan dan saling menjaga. Alam diciptakan dalam
sistem yang padu dan kokoh dan tentu "tak dapat diceraiberaikan".
Kita yang mendiami wilayah bumi wajib menjaga ketentuan hukum alam yang pasti,teratur,dan
konsisten. Alam tak mengenal kata negosiasi. Menjaga alam tidak mengenal
kompromi.
Seperti
yang sudah saya gambarkan tersebut bahwa masyarakat (pemilik,penghuni,dan
pemerintah) memiliki peran untuk mengeksplorasi kekayaan bumi untuk kemanfaatan
alam seluas-luasnya bagi kita sendiri. Namun,bereksplorlah dengan penuh
kesadaran dan berkelanjutan. Eksplorasilah dengan tetap menjaga kekayaan agar
tidak punah sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan ekplorasi itu.
Eksplorasi tanpa menghilangkan keaslian alam itu sendiri sehingga alam terus
berdamai dengan kita. Jangan sebaliknya, Mala petaka menjemput masyarakat
barulah kita berpikir untuk melakukan
aksi jitu "Sare Dame" dengan alam. Sebuah aksi yang tidak diatur secara hukum
oleh alam. Itu ulah kita terhadap alam dan saatnya kita juga yang harus berulah untuk alam.
Namun
dalam perkembangan saat ini tuntutan kebutuhan hidup manusia yang semakin
bertambah menyebabkan semua kebutuhan tersebut diberatkan kepada alam melampaui
daya dukungnya. Kondisi ini didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta
teknologi. Bangunan raksasa merajalela wilayh alam. Alam tak bersalah,namun
mengalirnya banyak uang ke desa-desa membuat masyarakat berpikir instan dengan
menggadaikan alamnya sendiri dengan uang. Kita melihat bersama bahwa setelah
dibangunnya gedung megah tetapi tidak dimanfaatkan gedung tersebut sesuai
peruntukannya. Lahan yang hijau telah digadaikan dengan rupiah dan hasilnya
tidak dinikmti sepanjang hayat.
Manusia terlalu banyak
memanfaatkan alam sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tatanan kehidupan
dan hukum alam. Akibatnya, alam mengalami perubahan dan kerusakan yang pada
akhirnya berdampak pada kehidupan manusia.
Oleh
karena itu, diakhir tulisan ini saya mengajak kita melihat alam layaknya kita
memandang istri/ suami, dan anak dengan penuh kasih. Melihat dengan sadar tanpa
harus menyakitinya. Bila melihatnya tandus dan kian gundul hendaklah “gondrongkan” alammu dengan aksi “Hijaukan Bumi”. Bila melihatnya
kehausan dan kekeringan, segarkan alammu.
“Ayo, Hijaukan Alammu dengan 1000 Anakan”
Budayakan potong 1 pohon,tanam 5 pohon demi anak dan
cucu kita.
Pastikan cucu cece kita jangan mencaci maki kita
pada saatnya mereka menghuni alam yang telah kita huni. (*ypo)
Menggemakan Pendidikan Karakter di
Sekolah
dengan “Profil Bintang”
(Oleh: Kristoforus Lera)
Kurikulum Nasional yang dipakai saat ini di sekolah-sekolah seluruh Indonesia menempatkan sikap (karakter) sebagai aspek yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sikap diletakan pada posisi pertama, sebelum aspek pengetahuan dan keterampilan. Landasan utamanya adalah bahwa proses pendidikan bukan hanya membentuk pengetahuandan keterampilan saja tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai norma-norma dalam masyarakat. Sikap atau karakter yang baik akan menjadi jembatan menuju pencapaian aspek pengetahuan dan keterampilan yang baik. Suyadi (2013) dalam tulisannya menyatakan bahwa anak dengan sikap baik akan berimbas pada pencapaian aspek pengetahuan dan keterampilan yang baik pula. Dalam hal ini sikap menjadi fondasi atau landasan bagi pencapaian aspek pengetahuan dan keterampilan.Bahkan lebih lanjut dikatakan bahwa keberhasilan siswa kelak ditentukan oleh 80% kecerdasan emosional (karakter) dan hanya 20% kecerdasan intelektual.
Namun demikian fakta menunjukkan bahwa pendidikan sikap atau karakter kurang mendapat tempat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Mulyasa (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa banyak sekolah di Indonesia hanya fokus mengejar aspek pengetahuan dan keterampilan. Acuannya bahwa suatu sekolah dikatakan berhasil bila anak didiknya memperoleh nilai pengetahuan (kognitif) yang tinggi, misalnya ditunjukkan dengan nilai ujian nasional (UN) yang tinggi. Anak yang berhasil adalah anak dengan nilai UN yang tinggi. Imbasnya adalah seluruh energi sekolah hanya terfokus pada UN dan mengesampingkan aspek sikap.
Hal ini melenceng dari tujuan pendidikan nasional kita yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (UU no.20 tahun 2003). Rumusan tujuan ini lebih menitikberatkan pada aspek sikap/karakter yang diharapkan dapat dicapai oleh manusia Indonesia lewat pendidikan.Oleh karena itutidak berlebihan jika Kurikululum 2013 menjadikan aspek sikap/karakter sebagai prioritas utama dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam pembentukan karakter (moral) ada tiga komponen yang harus dilewati setiap anak yakni pengetahuan tentang moral, perasaan moral, dan perbuatan moral (Lickona, 2004).Dalam konteks sekolah pengetahuan moral bisa dimplementasikan guru dengan menceritakan kisah kepahlawanan, kisah hidup orang bijak dan sebagainya.Sekolah juga bisa mempromosikan nilai-nilai moral lewat media sekolah seperti mading, buletin, poster, majalah, aturan atau tata tertib sekolah yang ditempel pada tempat-tempatstrategis sekolah.
Aspek selanjutnya dari pembentukan nilai moral adalah perasaan moral. Setelah mengetahui nilai-nilai moral, siswa dengan sendirinya akan merasa atau menghayati nilai-nilai moral yang diketahuinya itu. Perasaan moral seperti saling menghormati, kasih sayang, empati, peduli dan sebaginya yang telah diketahui siswa dengan sendirinya akan dirasakan oleh siswa.
Aspek berikutnya adalah perbuatan moral, seperti pembiasaan yang baik di sekolah.Siswa dibiasakan untuk melakukan hal-hal baik di sekolah.Dalam konteks sekolah pembiasaan ini mutlak diperlukan.Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap moral tertentu tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangannya.Oleh karena itu sikap baik harus selalu dibiasakan di sekolah. Hal-hal sederhana bisa dipraktekkan di sekolah: keteladanan guru, teguran spontan saat guru mengetahui sikap siswa yang tidak sesuai, datang tepat waktu, buang sampah pada tempatnya, baris-berbaris di depan kelas (budaya antri), berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu orang lain, membersihkan ruang kelas tempat belajar, dan sebagainya.
Hal-hal seperti yang diuraikan di atas merupakan contoh aktivitas sederhan yang sudah biasa dilaksanakan di sekolah, namun kurang mendapat tempat dalam proses pembelajaran di sekolah. Penyebabnya adalah bahwa aspek sikap dipandang terpisah dari aspek kognitif dan psikomotor dalam proses pembelajaran, termasuk di dalamnya penilaian dan juga reward. Sekolah-sekolah pada umumnya hanya memberi tempat untuk penilaian pengetahuan dan keterampilan. Reward yang diberikan juga hanya untuk siswa dengan aspek kognitif dan psikomotor yang baik. Siswa dengan sikap yang baik sepertinya diabaikan dalam penilaian sekolah.
Oleh karena itu sudah saatnya pendidikan karakter (sikap) mendapatkan porsi utama dalam penyelenggaraan pendidikan kita. Pendidikan karakter harus digaungkan kembali dalam proses pembelajaran di sekolah. Dalam konteks sekolah implementasi pendidikan karakter perlu dipertegas lagi. Indikator-indikator sikap harus dirumuskan jelas termasuk reward dalam proses pembelajarn di sekolah. Guru perlu menyusun panduan penilaian sikap, aspek-aspek yang dinilai, indikator ketercapaian dan juga memberikan reward kepada siswa yang memenuhi kriteria ini. Reward terahadap aspek sikap perlu diberikan sebagai ajang promosi sikap, agar siswa tahu, merasa, dan mempraktekan nilai-nilai moral yang diajarkan sekolah.
Seperti halnya penilaian kognitif dalam kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara berkala selama satu semester (mislanya: penilaian harian, penilaian tengah semester dan penilaian akhir semester), hendaknya penilaian sikap juga diberikan secara berkala selama satu semester. Tujuannya adalah agar aspek sikap lebih bergema dalam proses pembelajaran di sekolah. Sikap bisa mendapat porsi yang berimbang atau bahkan lebih dalam pembelajaran.
Di sini penulis menawarkan metode “Profil Bintang” untuk mengakomodir penilaian sikap siswa di sekolah. Siswa pada setiap kelas diseleksi oleh wali kelas dengan mempertimbangkan masukan dari guru mata pelajaran, untuk memperoleh profil bintang kelas.Selanjutnya siswa diberi penghargaan sebagai “bintang kelas” pada setiap minggu atau setiap bulan, tentunya disesuaikan dengan kesiapan sekolah.Bintang-bintang kelas ini diseleksi untuk menentukan “bintang sekolah” pada akhir semester. Semakin besar frekuensi pemberian “bintang” akan semakin efektif pembelajaran aspek sikap, karena semakin banyak upaya yang dilakukan akan semakin besar pula peluang kesuksesan dalam pembelajaran.
Siswa yang menjadi bintang adalah siswa yang paling memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sekolah. Sebagai penghargaansiswa diberi hadiah dan profil siswa yang menjadi “bintang” dipublikasikan kepada seluruh komponen sekolah lewat media-media yang ada di sekolah, seperti mading sekolah, buletin/majalah sekolah, poster-poster atau juga diumumkan saat apel bendera hari senin. Selain itu, kriteria penilain bintang juga dibacakan atau dipublikasikan.Hal ini penting agar aspek-aspek sikap yang dinilai, lebih bergema dan memacu siswa untuk memberikan perhatian lebih pada aspek-aspek sikap dalam kesehariannya di sekolah.
Langkah ini mungkin terbilang sederhana tetapi bila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan sikap siswa. Sikap tidak terbentuk dengan sendirinya tetapi butuh proses, butuh latihan. Karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertangungjawa atas pembentukan karakter siswa perlu serius memperhatikan hal-hal ini. Seluruh komponen sekolah harus bersungguh-sungguh mendukung proses pembentukan karakter siswa. Dan yang terpenting adalah komitmen guru untuk selalu dan senantiasa mengimplementasikan nilai-nila moral ini dalam pembelajaran di kelas atau juga dalam kegitan ekstrakurikuler. Guru harus lebih gencar mengenalkan dan membiasakan nilai-nilai moral ini dalam seluruh aktivitas sekolah, agar aspek sikap mendapat perhatian lebih dan bahkan menjadi bintang dalam penyelenggaraan pendidikan kita.
(Foto: Siswa sedang mengerjakan soal)
Renungan minggu ke2
30-01-2022
Oleh: (Okasianan Putri Enggarle)
Bpk/ibu soudara/soudari umat Allah yang terkasih dalam
kristus.
Bacaan pertama hari ini Nabi yeremia menceritakan
panggilan sebagai nabi.
Bpk/ibu soudara/soudari umat Allah yang tekasih dalam
kristus.
Yang perluh kita semua tau,bahwa panggilan sebagai
Nabi adalah panggilan,yang harus
Menanggung banyaka penderitaan,karena penolakan oleh
umat
Sebagai Nabi dia harus menerima,konsekuensinya.
Sebagai Nabi bahwa dia akan di tolak,
Tuhan bersabda,”mereka akan memerangi engkau,tetepi tidak akan
mengalahkan
engkau, sebab aku menyertai engaku untuk
melepaskan,engakau,demikianlah firman Tuhan,”.
Pesan moral : janganlah hai kamu umat Allah takut akan segala
halangan yang menimpa-mu,tetapi percayalah bahwa kamu akan baik-baik
saja,karena Allah selalu menyertai-mu untuk selama-lamanya Amin.
Renungan minggu ke1 16-01-2022
Tuan pesta
bacaan suci tadi,mengungkapkan kesulitan yang melanda tuan
pesta,ketika
Pesta nikah di kota kana yang sedang berlangsung.mereka mengalami
kehabisan anggur situasi yang kalang kabut ini,Bunda Maria tampil sebagai tokoh
penolong yang handal
sikap Bunda Maria,seperti yang di katakan di atas,sudah beda jauh
dengan sikap manusia jaman sekarang,yang tak lagi iklas solider dengan
sesama,yang di timpa kemalangan dan penderitaan.
Bunda Maria adalah figur yang selalu menyatu dengan sesama.
Bunda Maria tidak akan berhenti menangis.
Bunda Maria selalu ikut menderita bersama orang yang menderita.i
Pesan moral ; kita semua harus bisa meniru sikap Bunda
Maria,dan bukan mementingkan diri sendiri.
Renungan minggu ke3 23-01-2022
Umat terpilih tidak setian pada perjanjian dengan Allah.karena
itu,mereka mengalami pembuangan.Mereka menyesal dan bertobat.
Allah menyelamatkan mereka mereka
lagi.maka,mereka membarui perjanjiaan yang
berintikan kesetiaan untuk membaca,mendengarkan,merenungkan,dan
melaksanakan …
sabda Tuhan.
Lewat sabda-nya,Tuhan hadir dalam hidup manusia,memberikan
sukacita dan penghiburan.
Itulah yang mengubah duka cita menjadi sukacita.
Supaya sukacita itu bbertahan dan bertambah maka harus dibagi
kepada sesama.
Dengan kata lain bersatu dengan sesama dan Tuhan.
Itulah yang membentuk tubuh sosial dalam
spiritual.dalam bacaan ke2, paulus membandingkan persatuan spiritual seperti
tubuh manusia dengan dengan anggotanya (1 kor 12 : 12 - 50 ).
Semua anggota berbeda dengan perannya
masing-masing,tetepi bersatu untuk membentuk tubuh yang satu dan sama sebagai
kekuatan dan perwujudtan diri bersama.
Semua dalam satu,satu dalam semua.
untuk dan dalam semua hal.Disini,semua merasa sama dan saling
bergantung.
Oleh Roh,persatuan tubuh mistik itu di gelapi,berpusat dan
berpuncak pada Yesus kristus yang di urapi ( Luk.1:18 )
Tubuh mistik kristus harus selalu membawa pembebasan bagi
orang tawanan dan tertindas,penglihatan bagi orang buta,dan kabar baik bagi
orang miskin.dan penglihatan bagi orang-orang tertindas, untuk memberikan Tuhan
Rahmat Tuhan telah datang.
Kemudian dia menutup kitab itu,memberinya kembali
kepada penjabat,lalu duduk,dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu
tertuju kepadanya.
Lalu ia memulai mengajar mereka,katanya.”
Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarkannya.
by: Kristoforus Lera
Integer Card Game (ICG) merupakan permainan dengan menggunakan seperangkat kartu bernomor yang dikembangkan sendiri oleh penulis. Tujuannya adalah untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat. Permainan ini melibatkan seluruh siswa yang terbagi dalam kelompok-kelompok dan dimaksudkan untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran yang diberikan.
Permainan ini menggunakan 40 kartu yang berisi 2 set kartu bilangan positif (1 sampai 10) dan dua set kartu bilangan negatif (-1 sd -10). Pasangan kartu positip berwarna hitam dan pasangan kartu negatif berwarna merah, dengan bulatan-bulatan merah dan hitam sebanyak nomor kartu. Ilustrasinya dapat disajikan dalam gambar berikut.
ICG dilakukan secara berkelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 siswa. Banyak kelompok disesuaikan dengan banyak siswa dalam kelas. Dalam pembelajaran ini peneliti mengelompokkan siswa ke dalam 6 kelompok dan permainan terbagi dalam dua grup. Kelompok 1-3 bertanding dalam satu grup dan kelompok 4-6 bertanding dalam grup lainnya. Permainan dalam grup (babak penyisihan) dilakukan sebanyak 5 kali untuk menentukan pemenang grup yang selanjutnya akan menantang pemenang grup lainnya. Pememnang grup adalah pemenang terbanyak dari 5 kali permainan tersebut. Selanjutnya pemenang grup saling berhadapan untuk menentukan pemenang kelas.
Aturan permainannya adalah sebagai berikut:
Sebelum permainan dimulai, siswa terlebih dahulu mempelajari dan menguasai materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Kartu ICG bisa dipakai untuk mempraktekan secara nyata penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Bulatan-bulatan merah dan hitam pada tiap kartu dijadikan media untuk memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Aturannya adalah sebagai berikut:
2. Satu bulatan hitam dan satu bulatan merah jika dipasangkan maka bernilai 0.
Tentukan hasil dari -2 + 4 = …
Dari gambar (a) diketahui bahwa -2 + 4 diilustrasikan dengan mengambil kartu -2 dan +4 kemudian didempetkan bulatan –bulatan pada kedua kartu tersebut. Selanjutnya gambar (b) 2 bulatan merah berpasangan dengan 2 bulatan hitam, sehingga bernilai nol. Sedangkan sisa bulatan ada pada kartu hitam sebanyak 2. Maka hasil dari -2 + 4 adalah positif 2
atau -2 + 4 = 2.
Materi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat merupakan materi yang bersifat abstrak sehingga dibutuhkan media untuk membuat siswa memahami materi abstrak secara lebih mudah. ICG menjadi media konkret untuk membantu siswa memahami materi abstrak matematika. Dengan demikian ICG bukan hanya menjadi media permainan tetapi juga berfungsi sebagai alat peraga untuk memahamkan konsep penjumlahan dan pengurangn bilangan bulat.