.jpeg)
Pertama kali saya mendengar
istilah Gerakan Literasi Sekolah saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri
“seperti apakah kegiatan itu”. Dengan latar belakang pengalaman pendidikan yang
saya miliki, saya mencoba mereka-reka mungkin Gerakan yang dimaksud berkaitan
dengan kegiatan membaca.
Seperti yang sering dilakukan
orang pada umumnya, akhirnya saya pun segera mencari tahu tentang hal tersebut
melalui internet. Dan ternyata benar dugaan saya, bahwa gerakan literasi
sekolah adalah suatu gerakan yang mengajak seluruh elemen sekolah untuk mulai
membudayakan kegiatan membaca dalam kegiatan sehari-hari mereka. Semakin besar
rasa penasaran saya untuk mencari tahu alasan kenapa gerakan ini menjadi sebuah
gerakan nasional dalam dunia pendidikan di Negara kita. Setelah menelusuri
lebih jauh akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa gerakan ini digalakkan di negara
kita dengan pertimbangan hasil Uji
literasi membaca, International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta.
Hasil laporan tersebut membuktikan bahwa meski negara kita telah melaksanakan
program wajib belajar 9 tahun, namun ternyata kita belum mendapatkan hasil yang
maksimal dalam hal keterampilan membaca.
Mengetahui semua informasi
tentang gerakan literasi sekolah saya menjadi merasa sangat tertarik dan
tertantang dengan program pemerintah tersebut. Pertanyaan kembali muncul dalam
diri saya “apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkan program ini”. Bersyukur
bahwa pertanyaan besar dalam diri saya segera terjawab. Kepala sekolah merespon
positif gerakan literasi sekolah dengan melakukan beberapa perubahan dalam
jadwal kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan cara menambahkan waktu 15
menit di awal pelajaran untuk kegiatan membaca mandiri bagi seluruh elemen
sekolah.
Sebagai wali kelas di kelas VII,
saya segera menindaklanjuti instruksi kepala sekolah yang merupakan
perpanjangan dari program pemerintah yang diselenggarakan secara nasional
tersebut. Dengan penuh semangat saya mulai membangun motivasi anak didik saya.
Secara sederhana saya menjelaskan bahwa sekolah telah membuat program gemar
membaca. Oleh sebab itu saya memerintahkan anak-anak untuk membawa buku jenis
dan judul apa saja yang mereka sukai untuk dibawa ke sekolah dan dibaca selama
15 menit sebelum memulai pelajaran.
Tidak seperti yang saya
bayangkan. Semangat menyikapi gerakan literasi yang berkobar dalam diri saya
ternyata tidak sejalan dengan respon dari anak-anak. Banyak anak yang segera
melaksanan perintah saya, namun beberapa ada yang tidak membawa dengan alasan
tidak punya buku, sebagian mengatakan malas membaca bahkan ada beberapa yang
mengambil sikap tidak peduli. Saya melihat gejala tidak ada kesadaran untuk
mulai gemar membaca. Sambil terus memberi motivasi tentang pentingnya membaca,
saya mulai mendaftar siapa saja yang sudah membawa dan mulai membaca buku dan
siapa saja yang belum. Tindakan ini mungkin sedikit menyimpang dari gerakan
menumbuhkan gemar membaca tapi di sisi lain saya ingin menegakkan rasa disiplin
siswa. Dan akhirnya secara bertahap, semua siswa dalam kelas saya membawa buku
dan bisa melaksanakan program 15 menit membaca mandiri yang ditetapkan oleh
sekolah.
Merintis sebuah pembaharuan untuk
menuju sebuah perubahan memang bukanlah hal yang mudah. Satu minggu sudah
program membaca mandiri selama 15 menit dijalankan, namun dalam perjalanan
sepekan itu belum semua anak benar-benar suka membaca buku yang menjadi
pilihannya. Beberapa anak masih asyik ngobrol dan bercanda dengan temannya
selama 15 menit waktu yang disediakan untuk gerakan literasi sekolah. Bahkan
ada juga anak yang hanya diam melamun atau memandangi bukunya tanpa membaca
satu kalimat pun.
Sekali lagi sedikit penyimpangan
tahap pembiasaan perlu dilakukan. Saya mulai membuat evaluasi terhadap kegiatan
literasi selama satu minggu dan merubah strategi kegiatan. Minggu berikutnya
saya meminta anak-anak untuk menuliskan 5 kalimat ringkasan dari apa yang
dibaca selama 15 menit. Ringkasan tersebut dituliskan dalam sebuah buku dengan
mengikuti format yang saya berikan. Satu demi satu ringkasan saya periksa
setiap hari selama anak-anak membaca mandiri. Ada banyak hal menarik yang saya
temukan dari strategi baru yang saya terapkan. Beberapa anak mulai menunjukkan
bakat menulis mereka melalui rangkaian kalimat-kalimat pendek yang merupakan
intisari dari literatur yang mereka baca setiap hari. Saya merasa gembira
dengan perkembangan kemajuan yang ditunjukkan anak-anak melalui kegiatan gemar
membaca.
Namun bukan keindahan namanya
jika semua berjalan sesuai dengan harapan. Di samping anak-anak yang
menunjukkan perkembangan baik, masih ada juga anak-anak yang menunjukkan gejala
tidak ada perkembangan apa pun. Beberapa anak masih juga tidak mau membaca
meski sudah diberikan beban tagihan yang sedikit berat. Mereka lebih suka untuk
menghabiskan waktunya dengan berdiam diri atau bercerita dengan temannya. Jika
di salah satu sisi ada anak yang mulai menunjukkan bakat menulisnya dari
program kegiatan literasi, ternyata di sisi lain juga ada anak yang masih
ketinggalan dalam hal menulis. Beberapa anak masih belum menguasai cara menulis
kata atau kalimat yang baik dan benar. Hal ini sudah sepatutnya menjadi bahan
refleksi dan mendapat perhatian lebih dari kita semua sebagai seorang pendidik,
karena baik secara langsung maupun tidak langsung kegiatan membaca akan
berkaitan dengan menulis.
Dari pengalaman ini dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa membangun kesadaran untuk gemar membaca ternyata
bukanlah pekerjaan yang mudah, masih perlu banyak dilakukan kegiatan kreatif
demi untuk mendorong kesadaran gemar membaca; dan bahwa memang benar
pemerintah perlu melakukan program peningkatan kesadaran gemar membaca bagi
seluruh warganya demi untuk memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat pada
khususnya serta kualitas sumber daya manusia di Indonesia pada umumnya.
0 comments:
Posting Komentar