Website Resmi SMP Negeri 1 Ile Ape Timur Kabupaten Lembata

Senin, 18 April 2022

Gerakan Literasi Sekolah


Pertama kali saya mendengar istilah Gerakan Literasi Sekolah saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri “seperti apakah kegiatan itu”. Dengan latar belakang pengalaman pendidikan yang saya miliki, saya mencoba mereka-reka mungkin Gerakan yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan membaca.

Seperti yang sering dilakukan orang pada umumnya, akhirnya saya pun segera mencari tahu tentang hal tersebut melalui internet. Dan ternyata benar dugaan saya, bahwa gerakan literasi sekolah adalah suatu gerakan yang mengajak seluruh elemen sekolah untuk mulai membudayakan kegiatan membaca dalam kegiatan sehari-hari mereka. Semakin besar rasa penasaran saya untuk mencari tahu alasan kenapa gerakan ini menjadi sebuah gerakan nasional dalam dunia pendidikan di Negara kita. Setelah menelusuri lebih jauh akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa gerakan ini digalakkan di negara kita dengan pertimbangan hasil Uji literasi membaca, International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta. Hasil laporan tersebut membuktikan bahwa meski negara kita telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, namun ternyata kita belum mendapatkan hasil yang maksimal dalam hal keterampilan membaca.

Mengetahui semua informasi tentang gerakan literasi sekolah saya menjadi merasa sangat tertarik dan tertantang dengan program pemerintah tersebut. Pertanyaan kembali muncul dalam diri saya “apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkan program ini”. Bersyukur bahwa pertanyaan besar dalam diri saya segera terjawab. Kepala sekolah merespon positif gerakan literasi sekolah dengan melakukan beberapa perubahan dalam jadwal kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan cara menambahkan waktu 15 menit di awal pelajaran untuk kegiatan membaca mandiri bagi seluruh elemen sekolah. 

Sebagai wali kelas di kelas VII, saya segera menindaklanjuti instruksi kepala sekolah yang merupakan perpanjangan dari program pemerintah yang diselenggarakan secara nasional tersebut. Dengan penuh semangat saya mulai membangun motivasi anak didik saya. Secara sederhana saya menjelaskan bahwa sekolah telah membuat program gemar membaca. Oleh sebab itu saya memerintahkan anak-anak untuk membawa buku jenis dan judul apa saja yang mereka sukai untuk dibawa ke sekolah dan dibaca selama 15 menit sebelum memulai pelajaran.

Tidak seperti yang saya bayangkan. Semangat menyikapi gerakan literasi yang berkobar dalam diri saya ternyata tidak sejalan dengan respon dari anak-anak. Banyak anak yang segera melaksanan perintah saya, namun beberapa ada yang tidak membawa dengan alasan tidak punya buku, sebagian mengatakan malas membaca bahkan ada beberapa yang mengambil sikap tidak peduli. Saya melihat gejala tidak ada kesadaran untuk mulai gemar membaca. Sambil terus memberi motivasi tentang pentingnya membaca, saya mulai mendaftar siapa saja yang sudah membawa dan mulai membaca buku dan siapa saja yang belum. Tindakan ini mungkin sedikit menyimpang dari gerakan menumbuhkan gemar membaca tapi di sisi lain saya ingin menegakkan rasa disiplin siswa. Dan akhirnya secara bertahap, semua siswa dalam kelas saya membawa buku dan bisa melaksanakan program 15 menit membaca mandiri yang ditetapkan oleh sekolah.

Merintis sebuah pembaharuan untuk menuju sebuah perubahan memang bukanlah hal yang mudah. Satu minggu sudah program membaca mandiri selama 15 menit dijalankan, namun dalam perjalanan sepekan itu belum semua anak benar-benar suka membaca buku yang menjadi pilihannya. Beberapa anak masih asyik ngobrol dan bercanda dengan temannya selama 15 menit waktu yang disediakan untuk gerakan literasi sekolah. Bahkan ada juga anak yang hanya diam melamun atau memandangi bukunya tanpa membaca satu kalimat pun.

Sekali lagi sedikit penyimpangan tahap pembiasaan perlu dilakukan. Saya mulai membuat evaluasi terhadap kegiatan literasi selama satu minggu dan merubah strategi kegiatan. Minggu berikutnya saya meminta anak-anak untuk menuliskan 5 kalimat ringkasan dari apa yang dibaca selama 15 menit. Ringkasan tersebut dituliskan dalam sebuah buku dengan mengikuti format yang saya berikan. Satu demi satu ringkasan saya periksa setiap hari selama anak-anak membaca mandiri. Ada banyak hal menarik yang saya temukan dari strategi baru yang saya terapkan. Beberapa anak mulai menunjukkan bakat menulis mereka melalui rangkaian kalimat-kalimat pendek yang merupakan intisari dari literatur yang mereka baca setiap hari. Saya merasa gembira dengan perkembangan kemajuan yang ditunjukkan anak-anak melalui kegiatan gemar membaca. 

Namun bukan keindahan namanya jika semua berjalan sesuai dengan harapan. Di samping anak-anak yang menunjukkan perkembangan baik, masih ada juga anak-anak yang menunjukkan gejala tidak ada perkembangan apa pun. Beberapa anak masih juga tidak mau membaca meski sudah diberikan beban tagihan yang sedikit berat. Mereka lebih suka untuk menghabiskan waktunya dengan berdiam diri atau bercerita dengan temannya. Jika di salah satu sisi ada anak yang mulai menunjukkan bakat menulisnya dari program kegiatan literasi, ternyata di sisi lain juga ada anak yang masih ketinggalan dalam hal menulis. Beberapa anak masih belum menguasai cara menulis kata atau kalimat yang baik dan benar. Hal ini sudah sepatutnya menjadi bahan refleksi dan mendapat perhatian lebih dari kita semua sebagai seorang pendidik, karena baik secara langsung maupun tidak langsung kegiatan membaca akan berkaitan dengan menulis.

Dari pengalaman ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa membangun kesadaran untuk gemar membaca ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah, masih perlu banyak dilakukan kegiatan kreatif demi untuk mendorong kesadaran gemar membaca; dan bahwa memang benar pemerintah perlu melakukan program peningkatan kesadaran gemar membaca bagi seluruh warganya demi untuk memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat pada khususnya serta kualitas sumber daya manusia di Indonesia pada umumnya.

 

0 comments:

Posting Komentar