Menggemakan Pendidikan Karakter di
Sekolah
dengan “Profil Bintang”
(Oleh: Kristoforus Lera)
Kurikulum Nasional yang dipakai saat ini di sekolah-sekolah seluruh Indonesia menempatkan sikap (karakter) sebagai aspek yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sikap diletakan pada posisi pertama, sebelum aspek pengetahuan dan keterampilan. Landasan utamanya adalah bahwa proses pendidikan bukan hanya membentuk pengetahuandan keterampilan saja tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai norma-norma dalam masyarakat. Sikap atau karakter yang baik akan menjadi jembatan menuju pencapaian aspek pengetahuan dan keterampilan yang baik. Suyadi (2013) dalam tulisannya menyatakan bahwa anak dengan sikap baik akan berimbas pada pencapaian aspek pengetahuan dan keterampilan yang baik pula. Dalam hal ini sikap menjadi fondasi atau landasan bagi pencapaian aspek pengetahuan dan keterampilan.Bahkan lebih lanjut dikatakan bahwa keberhasilan siswa kelak ditentukan oleh 80% kecerdasan emosional (karakter) dan hanya 20% kecerdasan intelektual.
Namun demikian fakta menunjukkan bahwa pendidikan sikap atau karakter kurang mendapat tempat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Mulyasa (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa banyak sekolah di Indonesia hanya fokus mengejar aspek pengetahuan dan keterampilan. Acuannya bahwa suatu sekolah dikatakan berhasil bila anak didiknya memperoleh nilai pengetahuan (kognitif) yang tinggi, misalnya ditunjukkan dengan nilai ujian nasional (UN) yang tinggi. Anak yang berhasil adalah anak dengan nilai UN yang tinggi. Imbasnya adalah seluruh energi sekolah hanya terfokus pada UN dan mengesampingkan aspek sikap.
Hal ini melenceng dari tujuan pendidikan nasional kita yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (UU no.20 tahun 2003). Rumusan tujuan ini lebih menitikberatkan pada aspek sikap/karakter yang diharapkan dapat dicapai oleh manusia Indonesia lewat pendidikan.Oleh karena itutidak berlebihan jika Kurikululum 2013 menjadikan aspek sikap/karakter sebagai prioritas utama dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam pembentukan karakter (moral) ada tiga komponen yang harus dilewati setiap anak yakni pengetahuan tentang moral, perasaan moral, dan perbuatan moral (Lickona, 2004).Dalam konteks sekolah pengetahuan moral bisa dimplementasikan guru dengan menceritakan kisah kepahlawanan, kisah hidup orang bijak dan sebagainya.Sekolah juga bisa mempromosikan nilai-nilai moral lewat media sekolah seperti mading, buletin, poster, majalah, aturan atau tata tertib sekolah yang ditempel pada tempat-tempatstrategis sekolah.
Aspek selanjutnya dari pembentukan nilai moral adalah perasaan moral. Setelah mengetahui nilai-nilai moral, siswa dengan sendirinya akan merasa atau menghayati nilai-nilai moral yang diketahuinya itu. Perasaan moral seperti saling menghormati, kasih sayang, empati, peduli dan sebaginya yang telah diketahui siswa dengan sendirinya akan dirasakan oleh siswa.
Aspek berikutnya adalah perbuatan moral, seperti pembiasaan yang baik di sekolah.Siswa dibiasakan untuk melakukan hal-hal baik di sekolah.Dalam konteks sekolah pembiasaan ini mutlak diperlukan.Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap moral tertentu tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangannya.Oleh karena itu sikap baik harus selalu dibiasakan di sekolah. Hal-hal sederhana bisa dipraktekkan di sekolah: keteladanan guru, teguran spontan saat guru mengetahui sikap siswa yang tidak sesuai, datang tepat waktu, buang sampah pada tempatnya, baris-berbaris di depan kelas (budaya antri), berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu orang lain, membersihkan ruang kelas tempat belajar, dan sebagainya.
Hal-hal seperti yang diuraikan di atas merupakan contoh aktivitas sederhan yang sudah biasa dilaksanakan di sekolah, namun kurang mendapat tempat dalam proses pembelajaran di sekolah. Penyebabnya adalah bahwa aspek sikap dipandang terpisah dari aspek kognitif dan psikomotor dalam proses pembelajaran, termasuk di dalamnya penilaian dan juga reward. Sekolah-sekolah pada umumnya hanya memberi tempat untuk penilaian pengetahuan dan keterampilan. Reward yang diberikan juga hanya untuk siswa dengan aspek kognitif dan psikomotor yang baik. Siswa dengan sikap yang baik sepertinya diabaikan dalam penilaian sekolah.
Oleh karena itu sudah saatnya pendidikan karakter (sikap) mendapatkan porsi utama dalam penyelenggaraan pendidikan kita. Pendidikan karakter harus digaungkan kembali dalam proses pembelajaran di sekolah. Dalam konteks sekolah implementasi pendidikan karakter perlu dipertegas lagi. Indikator-indikator sikap harus dirumuskan jelas termasuk reward dalam proses pembelajarn di sekolah. Guru perlu menyusun panduan penilaian sikap, aspek-aspek yang dinilai, indikator ketercapaian dan juga memberikan reward kepada siswa yang memenuhi kriteria ini. Reward terahadap aspek sikap perlu diberikan sebagai ajang promosi sikap, agar siswa tahu, merasa, dan mempraktekan nilai-nilai moral yang diajarkan sekolah.
Seperti halnya penilaian kognitif dalam kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara berkala selama satu semester (mislanya: penilaian harian, penilaian tengah semester dan penilaian akhir semester), hendaknya penilaian sikap juga diberikan secara berkala selama satu semester. Tujuannya adalah agar aspek sikap lebih bergema dalam proses pembelajaran di sekolah. Sikap bisa mendapat porsi yang berimbang atau bahkan lebih dalam pembelajaran.
Di sini penulis menawarkan metode “Profil Bintang” untuk mengakomodir penilaian sikap siswa di sekolah. Siswa pada setiap kelas diseleksi oleh wali kelas dengan mempertimbangkan masukan dari guru mata pelajaran, untuk memperoleh profil bintang kelas.Selanjutnya siswa diberi penghargaan sebagai “bintang kelas” pada setiap minggu atau setiap bulan, tentunya disesuaikan dengan kesiapan sekolah.Bintang-bintang kelas ini diseleksi untuk menentukan “bintang sekolah” pada akhir semester. Semakin besar frekuensi pemberian “bintang” akan semakin efektif pembelajaran aspek sikap, karena semakin banyak upaya yang dilakukan akan semakin besar pula peluang kesuksesan dalam pembelajaran.
Siswa yang menjadi bintang adalah siswa yang paling memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sekolah. Sebagai penghargaansiswa diberi hadiah dan profil siswa yang menjadi “bintang” dipublikasikan kepada seluruh komponen sekolah lewat media-media yang ada di sekolah, seperti mading sekolah, buletin/majalah sekolah, poster-poster atau juga diumumkan saat apel bendera hari senin. Selain itu, kriteria penilain bintang juga dibacakan atau dipublikasikan.Hal ini penting agar aspek-aspek sikap yang dinilai, lebih bergema dan memacu siswa untuk memberikan perhatian lebih pada aspek-aspek sikap dalam kesehariannya di sekolah.
Langkah ini mungkin terbilang sederhana tetapi bila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan sikap siswa. Sikap tidak terbentuk dengan sendirinya tetapi butuh proses, butuh latihan. Karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertangungjawa atas pembentukan karakter siswa perlu serius memperhatikan hal-hal ini. Seluruh komponen sekolah harus bersungguh-sungguh mendukung proses pembentukan karakter siswa. Dan yang terpenting adalah komitmen guru untuk selalu dan senantiasa mengimplementasikan nilai-nila moral ini dalam pembelajaran di kelas atau juga dalam kegitan ekstrakurikuler. Guru harus lebih gencar mengenalkan dan membiasakan nilai-nilai moral ini dalam seluruh aktivitas sekolah, agar aspek sikap mendapat perhatian lebih dan bahkan menjadi bintang dalam penyelenggaraan pendidikan kita.
0 comments:
Posting Komentar