Website Resmi SMP Negeri 1 Ile Ape Timur Kabupaten Lembata

Jumat, 22 April 2022

Alam Jiwa Kita

 

Alam Jiwa Kita

Oleh Yohanes Paulus Ola Demonloku

Foto: Pulau Siput Sare Dame

Alam adalah payung kehidupan bagi segala makhluk hidup dan mati yang terkandung di dalamnya. Makhluk hidup memerlukan alam sesuai kebutuhannya. Begitu pun makhluk yang tak bernyawa tentu menempatkan posisi sediakala penciptaan pemula dari Yang Maha Kuasa. Ketika kita melindungi dan memperbaharui alam secara berkelanjutan tentu alam pun memberi kita nafas yang panjang yang hidup dan menghidupkan. Sebaliknya, alam dibaharui dengan tidak dibaharui maka akan mendatangkan malapetaka. Alam membuat kita menangis, merintih, dan tentunya berujung DUKA NESTAPA.

Berbagai bencana alam yang terjadi belakangan ini seperti erupsi Gunung Ile Lewotolok, banjir bandang 4 April 2022 yang memporak- porandakan beberapa wilayah di negeri ini, dan sebagainya, sebenarnya bukan sekedar fenomena alam biasa tetapi merupakan buah dari perbuatan manusia yang telah salah mengelola alam.

Banjir dan tanah longsor pada musim penghujan terjadi akibat ulah masyarakat merusak hutan secara liar. Banyak masyarakat yang membudidayakan ternak (kambing) yang membutuhkan dedauanan setiap hari namun tidak berpikir bahkan berbuat untuk bagaimana daun itu ada? dan Apa manfaat pohon?

Peternak berlomba-lomba untuk menebang pagi,siang,dan sore hari di lahan-lahan hijau sehingga semakin sedikit tempat untuk menampung air hujan, dan sebagai akibatnya pada musim kemarau terjadi kekeringan dan pohon pun ikut binasa dengan tangan jahil para perusak alam.

Ada perilaku lainnya yang juga menjadi penyebab tragedi ini. Dahulu kala,nenek moyang kita menempati pemukiman dengan berbagai cara dan mempertimbangkan struktur tanah dan alam. Dengan kemampuan mereka yang serba terbatas saat itu nenek moyang telah membuat "beliko" (bebatuan yang disusun berbanjar di pinggir kmpung) untuk mencegah dan melindungi ketika intensitas hujan tinggi. Hal ini telah terpikirkan dan dibuat oleh nenek moyang secara permamen dam berkelanjutan demi anak cucu dalam wilayah itu. Namun, Semua sia-sia belaka. Lagi-lagi tangan-tangan perusak kembali merabah dan merusak dengan cara berpikir instan.

Peternak dan penambang batu "beliko" tersenyum manis karena sesen dua sen telah masuk ke kantong pribadi mereka. Tapi,apakah mereka berpikir tentang dampak buruk perbuatan ini???

Mungkin....... Semua ini karena tuntutaan ekonomi keluarga. Nah,,,,alasan klasik. "Dunia tak selebar daun kelor" Berusaha dan berupayalah tanpa mengorbankan orang lain dan isi alam lainnya.

Pandangan saya bahwa lingkungan dan manusia diciptakan membentuk suatu ikatan ibarat suami isteri, saling membutuhkan dan saling menjaga. Alam diciptakan dalam sistem yang padu dan kokoh dan tentu "tak dapat diceraiberaikan". Kita yang mendiami wilayah bumi wajib menjaga ketentuan hukum alam yang pasti,teratur,dan konsisten. Alam tak mengenal kata negosiasi. Menjaga alam tidak mengenal kompromi.

Seperti yang sudah saya gambarkan tersebut bahwa masyarakat (pemilik,penghuni,dan pemerintah) memiliki peran untuk mengeksplorasi kekayaan bumi untuk kemanfaatan alam seluas-luasnya bagi kita sendiri. Namun,bereksplorlah dengan penuh kesadaran dan berkelanjutan. Eksplorasilah dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan ekplorasi itu. Eksplorasi tanpa menghilangkan keaslian alam itu sendiri sehingga alam terus berdamai dengan kita. Jangan sebaliknya, Mala petaka menjemput masyarakat barulah  kita berpikir untuk melakukan aksi jitu "Sare Dame" dengan alam. Sebuah aksi yang tidak diatur secara hukum oleh alam. Itu ulah kita terhadap alam dan saatnya kita juga yang harus berulah untuk alam.

Namun dalam perkembangan saat ini tuntutan kebutuhan hidup manusia yang semakin bertambah menyebabkan semua kebutuhan tersebut diberatkan kepada alam melampaui daya dukungnya. Kondisi ini didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Bangunan raksasa merajalela wilayh alam. Alam tak bersalah,namun mengalirnya banyak uang ke desa-desa membuat masyarakat berpikir instan dengan menggadaikan alamnya sendiri dengan uang. Kita melihat bersama bahwa setelah dibangunnya gedung megah tetapi tidak dimanfaatkan gedung tersebut sesuai peruntukannya. Lahan yang hijau telah digadaikan dengan rupiah dan hasilnya tidak dinikmti sepanjang hayat.

Manusia terlalu banyak memanfaatkan alam sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tatanan kehidupan dan hukum alam. Akibatnya, alam mengalami perubahan dan kerusakan yang pada akhirnya berdampak pada kehidupan manusia.

Oleh karena itu, diakhir tulisan ini saya mengajak kita melihat alam layaknya kita memandang istri/ suami, dan anak dengan penuh kasih. Melihat dengan sadar tanpa harus menyakitinya. Bila melihatnya tandus dan kian gundul hendaklah “gondrongkan” alammu dengan aksi “Hijaukan Bumi”. Bila melihatnya kehausan dan kekeringan, segarkan alammu.

“Ayo, Hijaukan Alammu dengan 1000 Anakan”

Budayakan potong 1 pohon,tanam 5 pohon demi anak dan cucu kita.

Pastikan cucu cece kita jangan mencaci maki kita pada saatnya mereka menghuni alam yang telah kita huni. (*ypo)

0 comments:

Posting Komentar