Kisahku
Oleh: Marietha Putri Septyani
Pada malam itu, saya sendirian di kamar. Karena saya sudah habis belajar, saya hanya duduk melamun dan berpikir apa yang akan terjadi di masa depan, karena saya orangnya suka berkhayal. Tapi di tengah keheningan itu saya teringat, jika terlambat sedikit, saya pasti tidak ada di sini. Saya teringat kembali kisah dulu. pada suatu malam, bapa saya pergi menyuluh, dan Sindi ( kakak sepupu saya) datang untuk menginap di rumah kami, kebetulan malam itu malam minggu. Saat tidur, tiba-tiba perut saya sakit dan saya muntah-muntah. Mama sangat khawatir dengan saya, apalagi bapa sedang tidak ada di rumah. Pagi harinya saya tidak mau makan karena perut saya terlalu sakit, saat itu usia saya baru 7 tahun. Akan tetapi pada akhirnya dengan terpaksa mama membuat bubur untuk saya. Dengan sabar mama menyuapi saya, sambil menahan rasa sakit itu saya pun memaksakan diri untuk terus makan.
Setelah selesai makan, mama mengajak saya untuk pergi ke puskesmas. Sesampainya di puskesmas, hanya ada para bidan dan tidak ada dokter. Para bidan berkata bahwa mereka tidak tahu tentang penyakit saya dan saya harus dirujuk ke RSUD Lewoleba. Karena tadi saya hanya makan sedikit saja, maka para bidan memasang infus di tangan saya. Tetapi saat jarum infusnya ditusuk, saya sama sekali tidak merasa sakit sebab perut saya jauh lebih sakit. Selesai berurusan dengan selang infus, kami naik mobil ambulance menuju Lewoleba.
Tak berselang lama kami pun sampai di RSUD Lewoleba. Saya pun dibawa ke sebuah ruangan, tapi saya tidak ingat itu ruangan apa. Selama beberapa menit kami menunggu, ternyata ada seorang dokter yang datang, dan dia bertanya “apakah adik sudah BAB?” dan mama saya menjawab “belum dok, selama 1 minggu terakhir anak saya belum BAB”. kemudian dokter memberikan obat pelancar BAB. dan beberapa menit kemudian saya bisa BAB. setelah itu, mama memanggil dokter. Kata dokter, jika sudah BAB, maka mereka harus rongseng saya, dan ternyata pada bagian usus buntu saya diberi lambang x . Yang artinya usus buntu saya sudah pecah.
Setelah mendapatkan informasi dari dokter yang memberitahukan bahwa saya harus segera di operasi, saat itu bapa saya langsung panik, selain itu dokter juga berkata pihak keluarga harus mencari 2 orang pendonor darah karena saat operasi pasti saya akan kehilangan banyak darah. Golongan darah saya adalah O dan mama juga mempunyai golongan darah yang sama dengan sama. Namun kata dokter, mama tidak bisa mendonorkan darahnya karena mama sedang hamil.
Akhirnya dengan susah payah bapa pun berhasil mendapatkan pendonornya yakni temannya sendiri. Dan pada malam itu sekitar jam 21:00 WITA, saya masuk ke ruang operasi, mama mulai berdoa “bapa kami” dan saya menyambung. Ketika didalam ruangan, dokter bertanya, “ ade rasa ngantuk?” jawab saya “iya”. Kemudian saya diarahkan untuk melihat sebuah lampu hingga saya pun tertidur ( dibius ).
Operasi berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Proses operasi dilakukan oleh 7 orang dokter dan bidan. Menurut cerita mama: setelah habis operasi dokter berkata kepada bapa dan mama “Puji Tuhan anak mama bisa selamat, jika tadi tidak dibawa ke RS, pasti anak ini tidak bisa selamat. Syukur dia kuat, dan cairan nanah yang ada di usus buntunya itu sedikit lagi sampai di hati, dan jika itu terjadi kami tidak dapat berbuat apa-apa.”
Keesokan harinya, ketika saya membuka mata, di tangan saya terdapat infus dan di mulut saya ada masker oksigen. Setelah itu, dokter menyuruh saya untuk makan 1 gelas bubur ( campuran susu dan putih telur ) yang rasanya sangat enak. Tetapi saya hanya makan sedikit saja. Selang beberapa menit, saya dibawa ke ruang rawat inap. Sekitar 3 minggu saya di rawat inap, karena luka operasi saya masih belum membaik.Selama di ruang inap saya mendapat banyak pengalaman baru: saya mendapat teman baru, namanya kaka Tildis. Umurnya kira-kira 20 tahun. Dan saya juga bisa akrab dengan ibu bidan yang merawat saya. Selama luka operasi saya masih belum sembuh, saya dilarang makan mie, dan makanan yang mengandung biji-bijian, karena bisa berdampak buruk.
Setelah beberapa waktu berlalu, saya bisa dipulangkan kerumah karena kondisi saya mulai membaik. Saya sangat senang. Namun setiap minggu saya harus rajin pergi ke RS untuk mengontrol luka operasi saya. Setelah kejadian operasi itu, kami mendapatkan berita yang menyedihkan, ternyata mama saya mengalami keguguran, yang mana diketahui bahwa adik saya adalah adik kembar dan berjenis kelamin laki-laki. Demi merawat saya dirumah sakit, mama harus kehilangan kedua calon adik kembar saya. Perasaan saya sangat sedih. Karena semua itulah saya mengatakan kepada mama “Jika terlambat sedikit saja, saya pasti tidak ada di sini”. Namun apapun itu kejadian yang terjadi pasti ada hikmah yang dipelajari. Tuhan lebih tahu hal baik untuk kami sekeluarga.
0 comments:
Posting Komentar